Autobiografi Qays bin Mulawwah (Laila Majnun)
Qais
bin Mulawwih (Mulawwah) bin Muzahim bin ‘Adas bin Rabi’’ah bin Ja’dah bin Ka’b
bin Rabi’ah. Sebagian orang menyebut Qais bin Mu’adz dari Kabilah Amir ayahnya
bernama Al-Mulawwaḥ bin Mezahem,
al-Mulawwah ibn al Muzahim, Qays lahir pada tahun 44 Hijriah, diasuh dan dibesarkan di
Qatif, sebuah desa dekat Kota Nezd. Ia tumbuh dewasa, santun dan berbudi mulia.
Ia terkenal sebagai seorang penyair yang jatuh cinta dengan wanita yang bernama
Laila.
Qays. Ia bukan siapa-siapa. Bukan lelaki kaya lagi berasal dari keluarga
terhormat. Suatu hari, ketika sedang mengenyam pendidikan di suatu sekolah
agama, ia bertemu seorang gadis bernama Laila. Dan pada detik itu juga, ia
jatuh cinta pada gadis tersebut. Sebagai bentuk rasa cintanya, Qays tak dapat
mepersembahkan apapun selain puisi-puisi indah..
Gayung
bersambut, Laila yang terkagum pada puisi Qays, menaruh perasaan yang sama
terhadapnya. Qays yang tergila-gila pada Laila terus-menerus menulis puisi yang
memuji dan mengagungkan sosok menawan gadis tersebut. Ia tak segan membacakan
puisi tersebut di sudut-sudut jalan. Tak peduli pada orang lain yang
mengacuhkannya. Namun, tidak seperti saat ini, pada zaman dahulu, cinta
mengenal sekat.
Laila adalah
seorang gadis cantik yang terlahir dari keluarga terpandang. Sebagai putri dari
seorang kaya raya, tentu Laila diharapkan dapat dipersunting oleh lelaki dengan
kedudukan setara sehingga ia bisa hidup dalam gelimangan harta dan kekayaan.
Namun, cinta yang dimiliki Laila adalah cinta suci yang hanya akan ia
persembahkan kepada lelaki yang sungguh-sungguh ia cintai. Dan ia telah
menemukan sosok tersebut dalam diri Qays.
Begitu usia mereka sudah matang, Qays, yang dijuluki Majnun atau “gila” oleh orang-orang lantaran ketergila-gilaannya terhadap Laila memberanikan diri untuk meminta restu ayah Laila. Hasilnya sudah dapat ditebak, ayah Laila menolak mentah-mentah. Ayahnya beralasan bahwa jika pernikahan itu terjadi, kehormatan keluarganya akan tercoreng
Majnun yang terkejut mendengarnya, tak kuasa menahan kesedihan. Majnun yang tengah putus asa kemudian meninggalkan rumah dan keluarganya. Ia memutuskan untuk tinggal di padang belantara yang dipenuhi hewan-hewan buas. Di sanalah ia menjalani hidup pengasingan dan kesendirian. Dalam keterpurukannya, ia tak henti-hentinya menulis puisi yang berkisah tentang kekasih pujaannya tersebut. Di sisi lain, Laila dipaksa oleh orang tuanya untuk menikahi pria lain. Pria itu bernama Ibnu Salam yang datang langsung melamar Laila. Meski hatinya menolak, namun Laila terpaksa mengiyakan karena tak tega membawa aib bagi keluarganya
Sepanjang hidupnya, Ibnu Salam tak pernah sekalipun berhasil menyentuh Laila. Apalagi menjamah kesucian Laila. Meski tetap menjalani peran sebagai istri yang baik dan patuh terhadap suaminya, wanita tersebut tak pernah sekalipun merelakan tubuhnya kepada pria tersebut. Berita menyakitkan ini lambat laun sampai juga ke telingan Qays si Majnun. Sudah barang tentu hatinya semakin tersayat mendengar kebar ini. Sejak saat itu ia memutuskan untuk menjauh dari peradaban dan menghabiskan sisa waktunya sendirian di pedalaman hutan. Hari-harinya hanya ditemani oleh hewan-hewan liar yang secara ajaib kerap berkumpul di dekatnya, khususnya manakala cuaca sedang sangat tak bersahabat. Beberapa pelancong dari negeri sebrang pernah melihat dirinya ketika mereka tengah bepergian dari dan ke dalam kota. Ketika menulis puisi, Majnun hanya bersenjatakan dahan kayu dan menulisnya di atas pasir.
Bertahun-tahun kemudian, kedua orang tua Majnun meninggal. Mengetahui hal ini, Laila berniat mengirimkan kabar tersebut kepada Majnun. Ia menemukan seorang pria tua yang mengklaim sering melihat Majnun di gurun pasir. Melihat Laila memohon sesenggukan, pak tua akhirnya menyetujui permintaan Laila. Suatu hari, ketika pria tua tersebut kembali menemukan Majnun, ia pun memberitahukan kabar duka ini. Tersiksa, terpuruk dan menyesal mendengar kabar kepergian arang tuanya, Majnun kemudian bersumpah unruk menghabiskan seluruh sisa hidupnya di padang gurun ini
Beberapa tahun setelahnya, suami Laila meninggal. Meski tengah dirundung duka, wanita tersebut tetap berharap ia dapat berjumpa dan bersatu dengan cinta sejatinya selamanya. Sayang, takdir tak berkata demikian . Dalam tradisi sukunya, Laila diwajibkan untuk berkabung atas kepergian suaminya selama dua tahun penuh tanpa menemui orang lain sekalipun.Mengetahui hal itu Laila menangis, ia tak terima jika harus menunggu dua tahun lagi lamanya untuk dapat bertemu dengan sang pujaan hatinya. Ia sudahsangat tersiksa setelah harus dipisahkan bertahun-tahun lamanya. Laila pun menyerah pada kehidupannya. Ia meninggal akibat sakit hati yang tak tersembuhkan, sendirian dimasa perkabungan.
Kabar kematian Laila pada akhirnya sampai juga terdengar oleh Majnun. Sesaat setelah mendengar kabar tersebut, ia langsung pergi menuju tempat dimana Laila dikuburkan. Di sana ia habiskan waktunya dengan menyesal dan menangisi Laila, sosok pujaan yang harus ia relakan pergi untuk selama-lamanya. Ia pun meninggal dunia dengan damai dan jasadnya tergeletak tepat di pinggir makam Laila. Ketika kerabat Laila datang untuk berziarah ke makam Laila, mereka mengetahui bahwa sosok di sampingnya adalah Qays yang dulu dicintai oleh Laila. Qays si Majnun pun dikubur di samping Laila. Konon, ruh mereka bersatu dalam dunia yang abadi.
Begitulah kisah cinta Laila dan Majnun yang harus berakhir tragis dan memilukan. Namun kisah perjuangan mereka dalam menjaga kesucian cinta bagi satu sama lain akan terus abadi dan selalu dikenang terutama oleh insan-insan manusia yang mencari cinta suci dari kekasih sejati.
Begitu usia mereka sudah matang, Qays, yang dijuluki Majnun atau “gila” oleh orang-orang lantaran ketergila-gilaannya terhadap Laila memberanikan diri untuk meminta restu ayah Laila. Hasilnya sudah dapat ditebak, ayah Laila menolak mentah-mentah. Ayahnya beralasan bahwa jika pernikahan itu terjadi, kehormatan keluarganya akan tercoreng
Majnun yang terkejut mendengarnya, tak kuasa menahan kesedihan. Majnun yang tengah putus asa kemudian meninggalkan rumah dan keluarganya. Ia memutuskan untuk tinggal di padang belantara yang dipenuhi hewan-hewan buas. Di sanalah ia menjalani hidup pengasingan dan kesendirian. Dalam keterpurukannya, ia tak henti-hentinya menulis puisi yang berkisah tentang kekasih pujaannya tersebut. Di sisi lain, Laila dipaksa oleh orang tuanya untuk menikahi pria lain. Pria itu bernama Ibnu Salam yang datang langsung melamar Laila. Meski hatinya menolak, namun Laila terpaksa mengiyakan karena tak tega membawa aib bagi keluarganya
Sepanjang hidupnya, Ibnu Salam tak pernah sekalipun berhasil menyentuh Laila. Apalagi menjamah kesucian Laila. Meski tetap menjalani peran sebagai istri yang baik dan patuh terhadap suaminya, wanita tersebut tak pernah sekalipun merelakan tubuhnya kepada pria tersebut. Berita menyakitkan ini lambat laun sampai juga ke telingan Qays si Majnun. Sudah barang tentu hatinya semakin tersayat mendengar kebar ini. Sejak saat itu ia memutuskan untuk menjauh dari peradaban dan menghabiskan sisa waktunya sendirian di pedalaman hutan. Hari-harinya hanya ditemani oleh hewan-hewan liar yang secara ajaib kerap berkumpul di dekatnya, khususnya manakala cuaca sedang sangat tak bersahabat. Beberapa pelancong dari negeri sebrang pernah melihat dirinya ketika mereka tengah bepergian dari dan ke dalam kota. Ketika menulis puisi, Majnun hanya bersenjatakan dahan kayu dan menulisnya di atas pasir.
Bertahun-tahun kemudian, kedua orang tua Majnun meninggal. Mengetahui hal ini, Laila berniat mengirimkan kabar tersebut kepada Majnun. Ia menemukan seorang pria tua yang mengklaim sering melihat Majnun di gurun pasir. Melihat Laila memohon sesenggukan, pak tua akhirnya menyetujui permintaan Laila. Suatu hari, ketika pria tua tersebut kembali menemukan Majnun, ia pun memberitahukan kabar duka ini. Tersiksa, terpuruk dan menyesal mendengar kabar kepergian arang tuanya, Majnun kemudian bersumpah unruk menghabiskan seluruh sisa hidupnya di padang gurun ini
Beberapa tahun setelahnya, suami Laila meninggal. Meski tengah dirundung duka, wanita tersebut tetap berharap ia dapat berjumpa dan bersatu dengan cinta sejatinya selamanya. Sayang, takdir tak berkata demikian . Dalam tradisi sukunya, Laila diwajibkan untuk berkabung atas kepergian suaminya selama dua tahun penuh tanpa menemui orang lain sekalipun.Mengetahui hal itu Laila menangis, ia tak terima jika harus menunggu dua tahun lagi lamanya untuk dapat bertemu dengan sang pujaan hatinya. Ia sudahsangat tersiksa setelah harus dipisahkan bertahun-tahun lamanya. Laila pun menyerah pada kehidupannya. Ia meninggal akibat sakit hati yang tak tersembuhkan, sendirian dimasa perkabungan.
Kabar kematian Laila pada akhirnya sampai juga terdengar oleh Majnun. Sesaat setelah mendengar kabar tersebut, ia langsung pergi menuju tempat dimana Laila dikuburkan. Di sana ia habiskan waktunya dengan menyesal dan menangisi Laila, sosok pujaan yang harus ia relakan pergi untuk selama-lamanya. Ia pun meninggal dunia dengan damai dan jasadnya tergeletak tepat di pinggir makam Laila. Ketika kerabat Laila datang untuk berziarah ke makam Laila, mereka mengetahui bahwa sosok di sampingnya adalah Qays yang dulu dicintai oleh Laila. Qays si Majnun pun dikubur di samping Laila. Konon, ruh mereka bersatu dalam dunia yang abadi.
Begitulah kisah cinta Laila dan Majnun yang harus berakhir tragis dan memilukan. Namun kisah perjuangan mereka dalam menjaga kesucian cinta bagi satu sama lain akan terus abadi dan selalu dikenang terutama oleh insan-insan manusia yang mencari cinta suci dari kekasih sejati.
Komentar
Posting Komentar